THOMAS AQUINAS
Mengenal Allah
Thomas Aquinas (1225-1274) adalah seorang
imam Dominikan yang hidup pada zaman Skolastik (sekitar abad ke-12 dan ke-13). Ia
mendasarkan filsafatnya pada filsafat Aristoteles dan pemikiran Augustinus yang
dipengaruhi oleh filsafat Neo-Platonisme. Pada tahun 1879, ajaran Thomas
(Thomisme) dinyatakan sebagai dasar bagi filsafat kristiani.
Iman dan Akal Budi
Thomas mengatakan bahwa iman dan akal budi
tidaklah bertentangan karena keduanya berasal dari Allah. Keduanya pada
akhirnya akan sampai kepada kebenaran hakiki yang sama. Perbedaannya hanya
terletak pada metode yang digunakan. Filsafat memulai penyelidikannya dari
benda-benda ciptaan. Sedangkan teologi menempatkan Allah dahulu sebagai asal
dan fondasi untuk penyelidikannya terhadap benda-benda ciptaan. Teologi
memerlukan wahyu Allah. Dari sini Thomas memunculkan unsur iman, karena untuk
menerima wahyu diperlukan iman. Dengan iman, seseorang mencapai pengetahuan
adikodrati yang disampaikan kepadanya. Misalnya tentang sakramen, trinitas,
inkarnasi. Pengetahuan ini berada di luar batas-batas akal budi dan bersifat
metarasional (meta: sesudah, di atas). Wahyu ilahi menyampaikan kebenaran-kebenaran
yang diperlukan manusia demi keselamatan jiwanya, tapi tetap disediakan ruang
untuk suatu penyelidikan tersendiri atas benda-benda alamiah.
Dari penjelasan di atas, kita dapat
melihat ada dua macam pengetahuan yang masing-masing berdiri sendiri namun
tidak saling bertentangan. Dua macam pengetahuan itu adalah pengetahuan alamiah
dan pengetahuan iman. Pengetahuan alamiah adalah pengetahuan yang bersumber
dari terang rasio dan objek penyelidikannya adalah segala sesuatu yang bersifat
insani. Sedangkan pengetahuan iman adalah pengetahuan yang berdasarkan wahyu
adikodrati dan memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang disampaikan Allah demi
keselamatan manusia, entah itu melalui Kitab Suci, ajaran atau tradisi gereja.
Ontologi
Ontologi atau metafisika umum adalah ilmu
yang mempelajari segala sesuatu yang “sungguh-sungguh ada”[1].
Dalam bidang ini ada dua struktur ontologis yang akan dijelaskan, yakni
struktur materi-bentuk dan struktur esensi-eksistensi.
Tentang struktur materi dan bentuk
Thomas menyempurnakan ajaran Aristoteles
yang mengajarkan bahwa segala sesuatu yang bersifat jasmani terdiri dari materi
(hyle) dan bentuk (morphe/forma).
Materi adalah substansi yang tidak sempurna dan masih berupa kemungkinan (potentia) yang harus menjadi kenyataan (actus), sedangkan bentuk memberikan cara
berada pada materi sehingga materi mencapai actus.[2]
Jadi, forma membuat sesuatu yang
bersifat potensial menjadi aktual dan forma
ini sendiri sudah terkandung di dalam materi.
Berkat struktur materi-bentuk ini, Thomas
dapat menjelaskan kepada kita mengenai peristiwa perubahan dan individuasi.
Perubahan atau gerakan terjadi apabila suatu bentuk diganti dengan bentuk yang
lain sedangkan materinya tetap sama (substratum).
Sedangkan individuasi merupakan kenyataan bahwa suatu benda merupakan sesuatu
yang individual. Misalnya saja pada persitiwa perubahan sebongkah kayu jati
yang baru saja ditebang menjadi patung seekor singa. Di sini terjadi perubahan
bentuk namun materinya tetap sama (kayu jati). Sebaliknya apabila kita melihat
bahwa patung singa itu terbuat dari kayu jati, sementara bahan patung singa itu
adalah plastik, kita melihat adanya individuasi. Di sini bentuk kedua patung
itu sama (singa) tetapi materinya berbeda (kayu jati dan plastik).
Tentang struktur esensi-eksistensi
Struktur ini terdapat dalam segala
sesuatu, segala makhluk, baik yang jasmani maupun yang rohani. Dengan esensi (essentia) mau ditunjukkan “intinya”,
“hakekat”, “cara beradanya” sesuatu. Sedangkan eksistensi (existentia) mau menunjukkan bahwa sesuatu itu ada. Menurut Thomas,
struktur ini bukan hanya terdapat pada makhluk yang jasmaniah tetapi juga
terdapat pada makhluk yang rohaniah, seperti malaikat. Para malaikat berada
(bereksistensi) dan mempunyai esensi roh. Namun malaikat tidka mempunyai struktur
bentuk-materi, karena malaikat tidak mempunyai materi sehingga tidak ada
potensi yang berkembang dan berubah pada malaikat. Maka dari itu juga, malaikat
tidak mempunyai individuasi.
Hanya Allah yang tidak mempunyai struktur
esensi-eksistensi. Allah adalah satu-satunya yang tunggal, tidak majemuk. Allah
adalah aktus murni (actus purus). Pada
Allah tidak ada kemungkinan (potentia),
segala potensi sudah terealisasi sepenuhnya dalam aktus. Ia tidak berkembang
dan tidak berubah. Kalau makhluk ciptaan mempunyai adanya (bereksistensi),
Allah sendiri adalah adanya (Allah itu ada).
Teologi Kodrati (Theologia Naturalis)
Thomas mengajarkan apa yang disebut
“teologi kodrati” yang isinya mengakui bahwa manusia dapat mengenal Allah
dengan pertolongan akal-budinya. Namun perlu diketahui bahwa adanya Allah tidak
dapat diketahui secara langsung. Adanya Allah hanya dapat diketahui melalui
ciptaanNya. Dan pada kesempatan ini saya akan membahas bagaimana Thomas
menyajikan “bukti-bukti” adanya Allah.
Bukti-Bukti Adanya Allah
Thomas berpendapat bahwa pengetahuan
manusia sebagai makhluk jasmani terkait dengan segala sesuatu yang ada di dalam
inderawi. Mengapa? Karena manusia masih hidup di dunia ini. Maka dari itu
Thomas menolak bukti apriori[3].
Bukti itu kurang meyakinkan bahwa Allah itu ada, paling-paling hanya
menunjukkan kemungkinan bahwa Allah itu ada. Maka, Thomas menyajikan lima jalan
(Quinque viae) untuk menunjukkan
bahwa Allah itu sungguh-sungguh ada.
Jalan
pertama. Semua gerak dan
perubahan yang terjadi di dunia jasmani pasti terjadi karena ada sesuatu yang
menggerakkannya. Sesuatu yang bergerak ini pasti juga digerakkan oleh sesuatu
yang lain dan sesuatu yang lain ini digerakkan juga oleh sesuatu yang lain
lagi. Dan demikian kegiatan gerak-menggerakkan ini terjadi terus-menerus tanpa
henti. Dengan argumen ini kita dapat menyimpulkan, berarti ada penggerak
pertama yang tidak digerakkan oleh penggerak yang lain lagi. Penggerak pertama
ini adalah Allah.
Jalan
kedua. Setiap akibat
pasti mempunyai sebab. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang menghasilkan
sebab bagi dirinya sendiri karena segala sesuatu itu pasti ada penyebabnya.
Persitiwa sebab-akibat ini terjadi secara terus-menerus sampai akhirnya sampai
kepada penyebab pertama yang tidak disebabkan oleh sebab yang lain. Penyebab
pertama itu adalah Allah.
Jalan
ketiga. Segala sesuatu
yang ada di dunia ini bisa ada dan bisa tidak ada. Maksudnya adalah segala
sesuatu yang ada di dunia fana ini dapat berubah dan musnah. Berarti jika
demikian ada kemungkinan pada suatu saat nanti tidak ada sesuatu pun di dunia
ini. Namun kita tahu bahwa apa yang tidak ada hanya dapat mulai berada jika
diadakan oleh sesuatu yang telah ada sebelumnya. Jika segala sesuatu yang ada
di dunia ini sifat adanya hanya sementara (dalam artian bahwa segala sesuatu
berubah dan akhirnya menjadi binasa atau tidak ada) maka ada “Ada” yang
terakhir yang sifatnya niscaya. “Ada” yang terakhir ini sifatnya kekal dan tidak
disebabkan oleh sesuatu yang lain. “Ada” itu adalah Allah.
Jalan
keempat. Segala sesuatu
di dunia ini mempunyai derajat kualitas. Ada yang lebih adil atau kurang adil,
ada yang lebih baik atau kurang baik, ada yang lebih indah atau kurang indah,
dan seterusnya. Pendapat-pendapat seperti itu muncul karena ada sebuah ukuran
yang paling adil, yang paling baik, dan yang paling benar. Ukuran yang paling
itu adalah Allah.
Jalan
kelima. Segala ciptaan
yang tidak berakal budi terarah kepada suatu tujuan akhir yang baik. Semua itu
ada yang menyelenggarakan (jadi tidak secara kebetulan bahwa semua itu mencapai
tujuan akhirnya). Penyelenggara tertinggi segala sesuatu di dunia ini adalah Allah. Allah yang mengarahkan gerakan
segala ciptaan yang tidak berakal budi tersebut.
Kelima jalan di atas merupakan argumentasi
mengenai eksistensi Allah yang didasarkan atas pengalaman empiris manusia.
Kelima jalan ini meruakan argumentasi aposteriori
yang mau membuktikan adanya Allah. Metode yang dipakai pada jalan pertama,
kedua, dan ketiga mengarahkan pikiran kita untuk terus maju ke depan hingga
titik tak berhingga. Sedangkan jalan keempat dan kelima berlaku sebaliknya, pikiran
kita diarahkan untuk terus mundur sampai ke titik tidak berhingga. Namun pada
intinya, Thomas mendasarkan argumennya pada prinsip kausalitas. Allah dipandang
sebagai prinsip pertama yang menjadi sebab (causa)
tertinggi dari segala gejala alamiah di dunia: gerak, sebab-akibat, “ada” yang
niscaya, derajat kualitas, dan finalitas.
Tanggapan Kritis
Dari paparan ini, muncul persoalan yang
menyangkut prinsip kausalitas. Apakah eksistensi Allah dapat dibuktikan dengan
memakai kategori kausalitas? Bukankah prinsip kausalitas itu hanya berlaku
untuk pengamatan inderawi yang memang terkurung dalam dimensi ruang dan waktu?
Bukankah kesimpulan bahwa Allah itu ada yang ditarik dari pengalaman inderawi
semata justru bertentangan dengan asas penyimpulan itu sendiri karena
pengalaman inderawi menuntut pembuktian objektif dalam artian bukti yang dapat
diukur, dilihat, diraba, dirasakan, dan sebagainya. Sedangkan kita semua tahu
bahwa Allah tidak dapat dibuktikan secara inderawi.
Ajaran Thomas ini sebenarnya ingin
menunjukkan bagaimana manusia melihat dan memahami dunia ini. Apakah kita hanya
melihat dunia ini hanya berdasarkan hubungan sebab-akibat yang murni dan melulu
mekanistis ataukah kita dapat menemukan sesuatu yang lebih mendalam, hubungan
yang penuh makna, yakni keteraturan universal yang memuncak pada Allah sebagai
tujuan terakhir? Dari sudut pandang ini setiap benda mengandung makna yang
mengungkapkan kebesaran Allah. (Y.L. Indra Kurniawan S.S., M.M.)
Daftar Pustaka
Lanur, Alex, Metafisika
Umum atau Ontologi, 2002.
Tjahjadi,
Simon Petrus. L., Petualangan Intelektual,
Yogyakarta , Kanisius, 2007.
[1] Lih.
Simon.L.Tjahyadi, Petualangan Intelektual, hal.137
[2] Dalam buku Petualangan Intelektual
diberikan contoh mengenai biji mangga. Dari biji mangga akan muncul sebuah
pohon mangga. Bila dibandingkan dengan pohon mangganya (bentuk atau
aktualitasnya), biji mangga adalah materinya (potensi atau bakalnya). Namun,
bila dilihat dari dirinya sendiri, tampak nyata bahwa bij imangga pun sudah
terdiri dari materi dan bentuk, yakni bentuk biji mangga itu sendiri dan
bahan-bahan penyusun biji mangga itu.
[3] Pembuktian apriori adalah pembuktian yang tidak bersandar pada
pengalaman empiris/inderawi. Pembuktian ini mendahului (prius) pengalaman inderawi.
Emperor Casino | Shootercasino Casino
ReplyDeleteLooking for 바카라 an alternative to the popular Casino Game? 제왕 카지노 Visit us for video slots, table games, septcasino bingo and more. Join and enjoy the excitement of an authentic casino.