Suatu kali ada seorang anak kecil sedang
bermain sendirian dengan mainannya. Sedang asyik-asyiknya bermain tiba-tiba
mainannya itu rusak. Dia mencoba untuk membetulkannya sendiri, tapi rupanya
usahanya itu dari tadi sia sia saja. Maka dia mendatangi ayahnya untuk minta
ayahnya itu yang membetulkannya.
Tapi sambil memperhatikan ayahnya dia
terus memberikan instruksi kepada ayahnya, “Ayah, coba lihat bagian sebelah
kiri, mungkin di situ kerusakannya.” Ayahnya menurutinya, tapi ternyata belum
betul juga mainannya.
Maka dia memberi komentar lagi,” Oh, bukan
di situ Yah, mungkin yang sebelah kanan, coba lihat lagi deh Yah.” Kali ini
ayahnya juga menurutinya, tapi lagi-lagi mainannya itu belum betul.
“Kalau begitu coba yang di bagian depan
Yah, kali aja masalahnya ada di situ.” Kali ini ayahnya marah,” Sudah, kalau
kamu memang bisa, mengapa tidak kamu kerjakan sendiri saja? Jangan ganggu Ayah
lagi. Ayah banyak kerjaan lain.”
Tapi setelah dia mencoba beberapa saat
untuk membetulkan sendiri dan masih belum berhasil, maka akhirnya dia kembali
kepada ayahnya sambil merengek. “Tolonglah Yah, aku suka sekali mainan ini,
kalau rusak begini bagaimana? Tolong Ayah betulkan supaya bisa jalan lagi ya”
Karena tidak tega mendengar rengekan
anaknya, si ayah akhirnya menyerah,” Baiklah Nak. Ayah akan membetulkan
mainanmu asal kamu berjanji tidak boleh memberitahu Ayah apa yang harus
dilakukan. Kamu duduk saja dan perhatikan Ayah bekerja. Tidak boleh mencela.”
Ketika ayahnya sedang memperbaiki
mainannya, si anak mulai berkomentar lagi,” Jangan yang itu Yah, kayaknya
bagian lain yang rusak.”
Tapi kali ini ayahnya berkata, ” Kalau
kamu berkomentar lagi, mainan ini akan ayah lepaskan dan silahkan kamu berusaha
sendiri.” Akhirnya karena takut ayahnya akan benar-benar melakukan apa yang
dikatakannya, anak itu diam dan duduk manis melihat ayahnya membetulkan
mainannya sampai bisa berjalan lagi tanpa mengeluarkan komentar apa pun.
Saudara-saudari yang terkasih, persoalan
iman bukan hanya sekedar percaya belaka, namun di sana juga ada unsur berserah
diri dan yakin bahwa Tuhan senantiasa memberikan yang terbaik untuk kita meski
terkadang pengalaman yang kita jumpai tersebut rasanya pahit dan tidak
menyenangkan. Terkadang seperti anak kecil tersebut, ketika kita sudah berusaha
semaksimal mungkin dan mohon bimbingan Tuhan, kita cenderung untuk mendikte apa
yang harus Tuhan lakukan supaya segala sesuatunya sesuai dengan harapan yang
kita inginkan. Persoalannya bukanlah apa yang kita inginkan dan cara yang kita
kehendaki, melainkan bagaimana melihat rencana Tuhan dan menjalani rancangan
yang memang sudah ia siapkan bagi kita melalui caraNya sendiri dengan penuh
iman dan tetap berusaha. Percayalah bahwa pada akhirnya nanti kita akan
menyadari bahwa rencanaNya sungguh indah.
Comments
Post a Comment